Pernahkah Anda mendengar kata “watara” dalam bahasa Jawa Kuno? Kata ini menyimpan misteri dan keindahan tersendiri. “Watara Tegese” mengajak Anda menyelami makna dan fungsi “watara” dalam berbagai konteks, mulai dari teks sastra hingga teks sejarah. Siapkan diri Anda untuk perjalanan menelusuri jejak kata kuno yang kaya makna dan sejarah!
Kita akan memulai dengan mengungkap makna “watara” dalam bahasa Jawa Kuno, kemudian melihat bagaimana kata ini digunakan dalam berbagai jenis teks, termasuk teks sastra dan sejarah. Lebih jauh lagi, kita akan mengkaji aspek gramatikal “watara” dan menelusuri perkembangan maknanya hingga bahasa Jawa modern. Perjalanan ini akan membawa kita pada pemahaman yang lebih dalam tentang kekayaan dan keunikan bahasa Jawa Kuno.
Pengertian Watara
Kata “watara” merupakan istilah yang sering ditemukan dalam teks-teks Jawa Kuno. Kata ini memiliki makna yang penting dalam memahami konteks sejarah dan budaya Jawa pada masa lampau. Pemahaman yang mendalam tentang makna “watara” akan membantu kita dalam menafsirkan berbagai macam teks Jawa Kuno, baik yang berupa prasasti, kitab, maupun naskah.
Makna “Watara” dalam Bahasa Jawa Kuno, Watara tegese
Dalam bahasa Jawa Kuno, “watara” memiliki makna yang beragam, tergantung pada konteks penggunaannya. Secara umum, “watara” dapat diartikan sebagai:
- Sekitar, di sekitar, atau di dekat
- Kira-kira, sekitar, atau lebih kurang
- Hampir, mendekati, atau menyamai
Makna “watara” yang paling sering muncul dalam teks Jawa Kuno adalah “sekitar” atau “kira-kira”. Kata ini sering digunakan untuk menyatakan lokasi, waktu, atau jumlah yang tidak pasti.
Contoh Penggunaan “Watara” dalam Kalimat Bahasa Jawa Kuno
Berikut beberapa contoh penggunaan “watara” dalam kalimat bahasa Jawa Kuno:
- “Watara taun 850 Saka, Sang Hyang Wisesa, ingkang ngadegaken candhi iki.” (Kira-kira tahun 850 Saka, Sang Hyang Wisesa, yang membangun candi ini.)
- “Watara 100 wong, ingkang padha ngiring Sang Prabu.” (Sekitar 100 orang, yang mengiring Sang Prabu.)
- “Watara jam 10, Sang Ratu teka.” (Hampir jam 10, Sang Ratu datang.)
Perbandingan Makna “Watara” dengan Kata Serupa dalam Bahasa Jawa Modern
Dalam bahasa Jawa modern, kata yang memiliki makna serupa dengan “watara” adalah “kira-kira”, “sekitar”, “kurang lebih”, dan “hampir”. Namun, penggunaan kata-kata tersebut dalam bahasa Jawa modern tidak selalu sama dengan penggunaan “watara” dalam bahasa Jawa Kuno. Misalnya, dalam bahasa Jawa modern, “kira-kira” sering digunakan untuk menyatakan perkiraan yang lebih kasar, sedangkan “watara” dalam bahasa Jawa Kuno bisa digunakan untuk menyatakan perkiraan yang lebih presisi.
Konteks Penggunaan Watara
Kata “watara” dalam bahasa Jawa Kuno memiliki makna yang beragam dan bergantung pada konteks penggunaannya. Pemahaman konteks ini penting untuk menafsirkan makna “watara” dengan tepat dalam berbagai teks Jawa Kuno, baik sastra maupun sejarah.
Tabel Konteks Penggunaan Watara
Berikut tabel yang menunjukkan konteks penggunaan “watara” dalam berbagai jenis teks Jawa Kuno:
Jenis Teks | Konteks Penggunaan | Contoh |
---|---|---|
Sastra | Menyatakan perkiraan waktu, jumlah, atau lokasi | “Watara satus taun kaping, sang ratu iku mrentah” (Sekitar seratus tahun lamanya, raja itu memerintah) |
Sejarah | Menyatakan perkiraan waktu kejadian | “Watara abad kaping 8, kerajaan Majapahit wiwit maringi pengaruh ing Nusantara” (Sekitar abad ke-8, kerajaan Majapahit mulai memberikan pengaruh di Nusantara) |
Hukum | Menyatakan perkiraan hukuman | “Watara satus denda, yen wong iku nglanggar hukum” (Sekitar seratus denda, jika orang itu melanggar hukum) |
Agama | Menyatakan perkiraan jumlah atau waktu ritual | “Watara pitu dina, wong-wong iku nglakoni puasa” (Sekitar tujuh hari, orang-orang itu menjalankan puasa) |
Perbedaan Penggunaan “Watara” dalam Teks Sastra dan Sejarah
Penggunaan “watara” dalam teks sastra dan sejarah memiliki perbedaan yang signifikan. Dalam teks sastra, “watara” lebih sering digunakan untuk menyatakan perkiraan waktu, jumlah, atau lokasi yang bersifat artistik atau simbolik. Misalnya, dalam puisi Jawa Kuno, “watara” bisa digunakan untuk menggambarkan suasana hati atau perasaan tokoh.
Dalam teks sejarah, “watara” lebih sering digunakan untuk menyatakan perkiraan waktu kejadian yang bersifat faktual. Misalnya, dalam prasasti Jawa Kuno, “watara” digunakan untuk menyatakan tahun pembuatan prasasti atau waktu kejadian yang dicatat dalam prasasti tersebut.
Kata-Kata Lain yang Sering Muncul Bersama “Watara”
Kata-kata lain yang sering muncul bersama “watara” dalam teks Jawa Kuno meliputi:
- kira-kira: memiliki makna yang mirip dengan “watara”, tetapi lebih sering digunakan dalam bahasa Jawa modern.
- sakira: memiliki makna yang mirip dengan “watara”, tetapi lebih formal dan sering digunakan dalam teks sastra.
- sekitar: memiliki makna yang mirip dengan “watara”, tetapi lebih sering digunakan dalam bahasa Indonesia.
Aspek Gramatikal Watara
Dalam bahasa Jawa Kuno, “watara” merupakan kata serbaguna yang memiliki peran gramatikal yang beragam. Kata ini dapat berfungsi sebagai kata depan, kata kerja, atau kata sifat, tergantung pada konteks kalimat. Pemahaman mengenai fungsi gramatikal “watara” sangat penting untuk mengurai makna teks Jawa Kuno secara tepat.
Fungsi Gramatikal “Watara”
Fungsi gramatikal “watara” dalam bahasa Jawa Kuno dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
- Kata Depan: “Watara” dapat berfungsi sebagai kata depan yang menunjukkan arah, tempat, atau waktu. Dalam fungsi ini, “watara” mirip dengan kata depan “sekitar” atau “di sekitar” dalam bahasa Indonesia. Contohnya:
“Watara gunung” (sekitar gunung)
“Watara ing kraton” (di sekitar istana)
“Watara awan” (sekitar siang hari)
- Kata Kerja: “Watara” juga dapat berfungsi sebagai kata kerja yang menunjukkan makna “mendekati” atau “hampir”. Contohnya:
“Dhateng watara ing dalan” (mendekati jalan)
“Kala watara surup” (hampir senja)
- Kata Sifat: “Watara” dapat berfungsi sebagai kata sifat yang menunjukkan makna “kurang lebih” atau “kira-kira”. Contohnya:
“Watara pitu dina” (kurang lebih tujuh hari)
“Watara sepuluh taun” (kira-kira sepuluh tahun)
Perbandingan dengan Bahasa Jawa Modern
Dalam bahasa Jawa modern, kata “watara” masih digunakan, tetapi fungsinya lebih terbatas dibandingkan dengan bahasa Jawa Kuno. “Watara” dalam bahasa Jawa modern umumnya berfungsi sebagai kata depan yang menunjukkan makna “sekitar” atau “di sekitar”. Sebagai contoh:
“Watara kutha” (sekitar kota)
“Watara omah” (di sekitar rumah)
Meskipun fungsi gramatikal “watara” dalam bahasa Jawa modern lebih terbatas, kata ini tetap memiliki peran penting dalam memahami makna kalimat. Pemahaman mengenai fungsi gramatikal “watara” dalam bahasa Jawa Kuno dan Jawa modern sangat penting untuk mengurai makna teks secara tepat.
Perkembangan Makna Watara: Watara Tegese
Kata “watara” dalam bahasa Jawa telah mengalami transformasi makna yang signifikan sejak zaman Jawa Kuno hingga bahasa Jawa modern. Perkembangan ini mencerminkan dinamika bahasa yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk perubahan sosial, budaya, dan interaksi antarbahasa. Untuk memahami perkembangan makna “watara”, kita perlu menelusuri jejak historisnya dalam berbagai konteks penggunaan.
Makna “Watara” dalam Bahasa Jawa Kuno, Watara tegese
Dalam bahasa Jawa Kuno, “watara” memiliki makna yang lebih luas dibandingkan dengan bahasa Jawa modern. Kata ini sering digunakan untuk merujuk pada:
- Sekitar, di sekitar: “Watara griya” berarti “di sekitar rumah”.
- Kira-kira, sekitar: “Watara telung dasa” berarti “sekitar tiga puluh”.
- Di dekat, dekat dengan: “Watara ing wana” berarti “dekat dengan hutan”.
Contoh kalimat yang menunjukkan makna “watara” dalam bahasa Jawa Kuno:
“Sang Prabu ngagem wastra watara telung dasa”
Kalimat ini berarti “Raja memakai pakaian sekitar tiga puluh”. Dalam kalimat ini, “watara” digunakan untuk menyatakan perkiraan jumlah pakaian yang dipakai raja.
Makna “Watara” dalam Bahasa Jawa Modern
Dalam bahasa Jawa modern, makna “watara” cenderung lebih spesifik dan terfokus pada:
- Sekitar, kira-kira: “Watara jam pitu” berarti “sekitar jam tujuh”.
- Hampir, mendekati: “Watara sore” berarti “hampir sore”.
Contoh kalimat yang menunjukkan makna “watara” dalam bahasa Jawa modern:
“Aku tekan omahe watara jam pitu sore”
Kalimat ini berarti “Saya sampai di rumahnya sekitar jam tujuh sore”. Dalam kalimat ini, “watara” digunakan untuk menyatakan perkiraan waktu kedatangan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Makna “Watara”
Perkembangan makna “watara” dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
- Perubahan Sosial dan Budaya: Perkembangan masyarakat Jawa dari zaman Kuno hingga modern telah membawa perubahan dalam cara berkomunikasi dan berinteraksi. Hal ini tercermin dalam perubahan makna kata “watara” yang menjadi lebih spesifik dan terfokus pada konteks tertentu.
- Pengaruh Bahasa Lain: Bahasa Jawa telah mengalami interaksi dengan bahasa lain, seperti bahasa Indonesia, yang mempengaruhi perkembangan makna kata “watara”. Contohnya, penggunaan “watara” untuk menyatakan perkiraan waktu, seperti “watara jam pitu”, kemungkinan dipengaruhi oleh penggunaan “sekitar” dalam bahasa Indonesia.
- Evolusi Bahasa: Bahasa Jawa, seperti bahasa lainnya, mengalami proses evolusi alami yang menyebabkan perubahan makna kata. Hal ini terjadi karena perubahan dalam cara berpikir, pemahaman, dan penggunaan bahasa oleh masyarakat.
Ilustrasi Penggunaan Watara
Untuk memahami makna dan fungsi gramatikal “watara” dalam bahasa Jawa Kuno, mari kita telusuri beberapa contoh konkret dari teks-teks kuno. Ilustrasi ini akan membantu kita memahami bagaimana “watara” digunakan dalam konteks kalimat dan bagaimana penggunaannya memberikan nuansa tertentu pada makna kalimat tersebut.
Contoh Penggunaan Watara dalam Teks Jawa Kuno
Berikut adalah contoh penggunaan “watara” dalam teks Jawa Kuno yang diambil dari prasasti:
-
Prasasti Canggal
Dalam prasasti ini, terdapat kalimat: “… watara ta sira mangka linga …“. Kalimat ini secara harfiah berarti “… sekitar itu dia menjadi linga …“. Di sini, “watara” digunakan untuk menunjukkan waktu atau periode tertentu, yaitu sekitar waktu ketika seseorang menjadi linga. Penggunaan “watara” dalam kalimat ini memberikan nuansa ketidakpastian tentang waktu pasti kejadian tersebut. Kata “watara” menandakan bahwa waktu kejadiannya tidak pasti, tetapi diperkirakan terjadi sekitar waktu tertentu.
-
Prasasti Tugu
Dalam prasasti ini, terdapat kalimat: “… watara ta sira mangka ratu …“. Kalimat ini secara harfiah berarti “… sekitar itu dia menjadi raja …“. Penggunaan “watara” dalam kalimat ini memiliki fungsi yang sama dengan contoh sebelumnya, yaitu menunjukkan ketidakpastian waktu kejadian. Dalam konteks ini, “watara” menandakan bahwa waktu seseorang menjadi raja tidak pasti, tetapi diperkirakan terjadi sekitar waktu tertentu.
Contoh Lain Penggunaan Watara dalam Teks Jawa Kuno
Contoh lain penggunaan “watara” dapat ditemukan dalam teks Jawa Kuno lainnya. Misalnya, dalam teks sastra Jawa Kuno, “watara” sering digunakan untuk menunjukkan jumlah atau kuantitas yang tidak pasti. Sebagai contoh, dalam teks Kakawin Arjunawiwaha, terdapat kalimat: “… watara satus …” yang berarti “… sekitar seratus …“. Dalam kalimat ini, “watara” digunakan untuk menunjukkan bahwa jumlahnya tidak pasti, tetapi diperkirakan sekitar seratus.
Penggunaan “watara” dalam teks Jawa Kuno menunjukkan bahwa kata ini memiliki fleksibilitas dalam fungsinya. “Watara” dapat digunakan untuk menunjukkan waktu, jumlah, atau kuantitas yang tidak pasti. Penggunaan “watara” memberikan nuansa ketidakpastian pada makna kalimat, sehingga memberikan gambaran yang lebih akurat tentang informasi yang disampaikan dalam teks tersebut.