Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) ditutup menguat 10 poin lagi menjadi Rp 130 per saham, dan naik 8,33% pada akhir perdagangan Senin (18/1/21). Kenaikan harga saham BUMI kemarin melanjutkan rebound kuat BUMI selama 4 hari berturut-turut, menghasilkan kenaikan harga 68,83%.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (18 Januari 2021) sepanjang perdagangan kemarin, harga perdagangan BUMI berada di kisaran 116-156 rupiah per saham. Nilai transaksi 6,53 miliar lembar saham senilai Rp 905 miliar.
Investor lokal tampaknya mendominasi transaksi. Hal ini terlihat dari penjualan bersih investor asing sebesar Rp 84,7 miliar. Namun, pada perdagangan hari pertama Selasa (19/1/2021), harga saham BUMI turun 6,92% menjadi 121 rupiah.
Menurut catatan CNBC Indonesia, ada beberapa katalis positif yang dapat meningkatkan Saham batubara Grup Bakrie. Naiknya harga batubara global mendorong naiknya Saham batubara Indonesia.
Harga ICE berjangka Newcastle menembus level tertinggi dalam hampir 1,5 tahun. Harga kontrak yang aktif diperdagangkan di bursa berjangka berada pada level US$90,5/ton, yang hanya turun tipis ke level US$89,75/ton kemarin.
Kenaikan harga batu bara disebabkan kelangkaan batu bara di China yang menyebabkan kenaikan harga. Pada saat yang sama, China juga telah memasuki musim dingin, mendekati momentum Tahun Baru di bulan Februari.
Tingginya permintaan pemanas dan listrik di sektor domestik tidak dapat memenuhi permintaan industri secara bersamaan. Oleh karena itu, pemerintah China membatasi pasokan listrik dengan memutus aliran listrik di berbagai wilayah dan mewajibkan masyarakat untuk menyediakan listrik.
China akhirnya melonggarkan kebijakan impornya. Namun karena putusnya hubungan tersebut, China memilih lebih banyak mengimpor batubara termal dari Indonesia dan memboikot ekspor batubara dari Australia. Hal ini tentu menjadi sentimen positif bagi emiten batu bara nasional.
Diperkirakan China akan membeli batu bara Indonesia senilai US$1,47 miliar pada tahun 2021, yaitu sekitar Rp20,6 triliun (dengan asumsi kurs Rp14.100/USD).
Hal itu berdasarkan nota kesepahaman yang ditandatangani oleh Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) dan China Coal Transportation and Distribution Corporation pada Rabu (25/11/2020).
BUMI merupakan salah satu eksportir batubara nasional yang memiliki leverage yang tinggi. Namun, BUMI terus bekerja keras untuk membayar krediturnya.
BUMI memproses cicilan kedua belas dari utangnya sebesar USD 3,2 juta pada 8 Januari 2021, yang mewakili kepentingan batch A. Hal itu diungkapkan Dilip Srivastava selaku direktur dan sekretaris Bumi Resources.
Menurut laporan, melalui pembayaran ini, BUMI telah melunasi utang tunai sebesar US$334,8 juta, termasuk pokok A-level sebesar US$195,8 juta dan bunga US$139 juta, termasuk bunga yang masih harus dibayar dan belum dibayar.
Selain itu, banyak ekonom dan analis memperkirakan kemungkinan siklus super komoditas pasca krisis Covid-19. Era suku bunga rendah, kebijakan pembangunan infrastruktur dan peningkatan permintaan energi akan menaikkan harga komoditas mulai dari pertambangan, migas hingga pertanian.
Jika melihat krisis ekonomi akhir-akhir ini, krisis keuangan global 2008, harga batu bara anjlok. Namun, setelah itu, tren kenaikan harga batu bara dimulai pada 2009 dan berlangsung selama dua tahun hingga 2011. Selama waktu itu, harga batu bara melampaui hampir 140 dolar AS per ton, dan akhirnya jatuh lagi.
Di awal tahun 2016, siklus batubara kedua kembali dan kontrak batubara Newcastle turun kembali ke level 50% USD/ton, sama seperti tahun 2020 sebelum harga batubara akhirnya naik lagi kemarin. Pada posisi tertinggi pada siklus kedua, harga transaksi batu bara adalah 115 USD/ton.
Dalam kondisi seperti saat ini, bukan tidak mungkin harga batu bara terus naik. Harga batu bara bisa naik hingga US$95 per ton, atau bahkan US$100 per ton, yang tentunya menguntungkan produsen batu bara seperti BUMI.
Prospek siklus super coal dan sentimen positif lainnya tentu membuat pelaku pasar bertanya-tanya, bagaimana potensi harga saham BUMI selanjutnya? Setelah menerima dukungan dari berbagai emosi positif, dapatkah dia melanjutkan kenaikan jangka panjangnya? Simak analisisnya di bawah ini.
Siklus mingguan (mingguan) dari indikator Bollinger Bands (BB) digunakan untuk menggerakkan tanah melalui metode zona atas (resistance) dan bawah (support). Saat ini BUMI berada di area upper bound, dan BB kembali melebar, menandakan bahwa trend saham BUMI akan kembali volatilitas.
Untuk mengubah tren naik atau konsolidasi, perlu untuk menembus resistance di area 172 dari rata-rata pergerakan mingguan 200 minggu (200 MA) terakhir. Jika terus menembus level ini, harga saham BUMI akan kembali ke level 200, dengan level resistance baru di 229, yang merupakan level Fibonacci retracement 61,8%.
Pada saat yang sama, jika Anda ingin melanjutkan penurunan atau penurunan, Anda harus menembus level support area 72. Jika Anda berhasil menembus level ini, indikator BUMI dapat turun kembali ke level 55.
Menurut catatan, ketika saham BUMI naik dari level gocap pada pertengahan 2016, BUMI mampu mencapai level 200 dalam waktu 9 minggu. Minggu yang sama adalah minggu kesembilan saham BUMI telah bangkit dari pasar saham, sehingga sepertinya dalam sejarah harga saham BUMI akan segera naik ke level 200.
Lantas, mampukah BUMI terbang ke level 200 rupiah/unit lagi-lagi menimbulkan gejolak di pasar saham lokal? Yah, mungkin jawabannya akan segera keluar.