Hejo tihang hartina, apa sih sebenarnya? Pernah dengar frasa ini? Kalau belum, bersiaplah untuk menjelajahi dunia peribahasa Jawa yang kaya makna dan filosofis. Bayangkan, sebuah tihang yang kokoh dan berwarna hijau, mungkin terlintas bayangan pohon rindang yang menjulang tinggi. Tapi, di balik warna hijau yang menyejukkan dan tihang yang kokoh, tersembunyi makna mendalam tentang kehidupan dan nilai-nilai luhur dalam budaya Jawa.
Frasa “hejo tihang” dalam bahasa Jawa lebih dari sekadar deskripsi warna dan benda. Ia merangkum filosofi tentang ketahanan, pertumbuhan, dan harmoni yang diwariskan turun temurun oleh leluhur Jawa. Kita akan menelusuri makna literal, kiasan, dan simbolisme yang terkandung dalam frasa ini, serta bagaimana frasa ini merefleksikan nilai-nilai luhur dalam budaya Jawa.
Arti dan Makna: Hejo Tihang Hartina
Frasa “hejo tihang” dalam bahasa Jawa memiliki makna yang kaya, baik secara literal maupun kiasan. Makna literalnya merujuk pada warna hijau yang menempel pada tiang, sementara makna kiasannya memiliki nuansa yang lebih dalam dan sering digunakan dalam peribahasa atau ungkapan Jawa.
Makna Literal
Secara literal, “hejo tihang” berarti warna hijau yang melekat pada tiang. Contohnya, dalam kalimat “Tiang pagerku wis hejo tihang amarga lumut,” yang berarti “Tiang pagar saya sudah berwarna hijau karena lumut.”
Makna Kiasan
Dalam konteks peribahasa atau ungkapan Jawa, “hejo tihang” memiliki makna kiasan yang merujuk pada seseorang yang mudah terpengaruh atau mudah dihasut. Orang yang “hejo tihang” cenderung mengikuti arus dan mudah terbujuk oleh orang lain, tanpa berpikir panjang atau menganalisis situasi terlebih dahulu.
Peribahasa dan Ungkapan
Berikut beberapa peribahasa atau ungkapan Jawa yang menggunakan frasa “hejo tihang”:
- “Wong hejo tihang, gampang digoleki alesan.” Artinya: Orang yang mudah terpengaruh, mudah dicari alasannya. Peribahasa ini menggambarkan orang yang mudah dihasut dan tidak memiliki pendirian yang kuat.
- “Hejo tihang, ora ngerti apa-apa.” Artinya: Orang yang mudah terpengaruh, tidak mengerti apa-apa. Peribahasa ini menunjukkan bahwa orang yang mudah dihasut cenderung tidak memiliki pengetahuan atau pemahaman yang cukup.
Konsep dan Filosofi
Frasa “hejo tihang” dalam budaya Jawa merupakan ungkapan yang sarat makna filosofis dan nilai-nilai luhur. Frasa ini tidak hanya menggambarkan keindahan alam, tetapi juga mencerminkan sifat manusia ideal dalam pandangan Jawa.
Makna Filosofis “Hejo Tihang”
Secara harfiah, “hejo tihang” berarti “hijau tiang”. Namun, dalam konteks budaya Jawa, frasa ini memiliki makna yang lebih dalam. “Hejo” melambangkan warna hijau yang melambangkan kehidupan, kesegaran, dan pertumbuhan. Sementara “tihang” melambangkan kekuatan, ketahanan, dan pondasi yang kokoh.
Filosofi “hejo tihang” mencerminkan konsep Jawa tentang manusia yang memiliki sifat-sifat luhur seperti:
- Teguh Pendirian: Seperti tihang yang berdiri tegak dan kokoh, manusia diharapkan memiliki pendirian yang kuat dan tidak mudah goyah dalam menghadapi cobaan.
- Berbudi Luhur: Warna hijau melambangkan kesucian dan kebaikan hati. Manusia diharapkan memiliki budi pekerti yang luhur dan berbuat baik kepada sesama.
- Memiliki Jiwa yang Segar: Warna hijau juga melambangkan kesegaran dan semangat hidup. Manusia diharapkan memiliki jiwa yang segar dan penuh optimisme dalam menjalani hidup.
- Berkembang dan Bertumbuh: Layaknya tanaman yang tumbuh subur, manusia diharapkan terus berkembang dan meningkatkan kualitas dirinya.
Simbolisme Warna Hijau dan Tihang
Warna hijau dan tihang dalam frasa “hejo tihang” memiliki simbolisme yang mendalam dalam budaya Jawa.
- Warna Hijau: Warna hijau melambangkan alam, kehidupan, kesegaran, pertumbuhan, kesucian, dan kebaikan hati. Warna hijau juga dikaitkan dengan dewa Wisnu, yang merupakan dewa pemelihara alam dan kehidupan.
- Tihang: Tihang melambangkan kekuatan, ketahanan, pondasi yang kokoh, dan kestabilan. Tihang juga dikaitkan dengan konsep “panggung kehidupan” yang menjadi tempat manusia untuk meniti perjalanan hidupnya.
Perbandingan dengan Frasa Jawa Lainnya
Frasa Jawa | Makna | Perbedaan dengan “Hejo Tihang” |
---|---|---|
Titi Jangkung | Berarti “tiang yang tinggi”, melambangkan cita-cita yang tinggi dan tekad yang kuat. | Fokus pada cita-cita dan tekad, sedangkan “hejo tihang” lebih menekankan pada sifat-sifat luhur dan kekuatan batin. |
Wong Jowo | Berarti “orang Jawa”, melambangkan karakteristik orang Jawa yang santun, ramah, dan penuh toleransi. | Lebih umum dan merujuk pada karakteristik orang Jawa, sedangkan “hejo tihang” lebih spesifik pada sifat-sifat luhur yang diharapkan dimiliki oleh setiap orang Jawa. |
Penggunaan dalam Seni dan Budaya
Frasa “hejo tihang” dalam seni tradisional Jawa bukan sekadar ungkapan biasa, melainkan simbol yang kaya makna dan berperan penting dalam mewarnai dunia seni Jawa. Frasa ini hadir dalam berbagai bentuk seni, dari lukisan hingga pertunjukan, dan menginspirasi seniman untuk mengekspresikan nilai-nilai luhur Jawa.
Penggunaan dalam Lukisan, Patung, dan Ukiran
Dalam seni rupa tradisional Jawa, frasa “hejo tihang” seringkali diwujudkan dalam bentuk visual yang penuh makna. Misalnya, dalam lukisan wayang, warna hijau sering digunakan untuk menggambarkan sosok Pandawa, yang melambangkan kebaikan, ketulusan, dan kekuatan moral. Warna hijau ini dapat diartikan sebagai simbol dari alam, yang menandakan keseimbangan dan keharmonisan, nilai-nilai yang dianut oleh Pandawa.
Selain itu, dalam patung dan ukiran, warna hijau sering digunakan untuk melambangkan kemakmuran dan kesuburan. Misalnya, dalam patung Dewi Sri, dewi padi, warna hijau sering digunakan untuk menggambarkan tanaman padi yang subur, simbol kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat Jawa.
Peran dalam Pertunjukan Seni Tradisional Jawa
Frasa “hejo tihang” juga memiliki peran penting dalam pertunjukan seni tradisional Jawa, seperti wayang kulit dan tari. Dalam wayang kulit, warna hijau sering digunakan untuk menggambarkan sosok Pandawa, yang melambangkan kebaikan dan keadilan. Warna hijau ini juga dihubungkan dengan alam, yang menandakan keseimbangan dan keharmonisan, nilai-nilai yang dianut oleh Pandawa.
Dalam tari tradisional Jawa, warna hijau sering digunakan untuk menggambarkan gerakan yang lembut dan anggun, melambangkan kesopanan dan kelembutan. Gerakan ini dihubungkan dengan alam, yang menandakan keseimbangan dan keharmonisan, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Jawa.
Contoh Karya Seni Tradisional Jawa, Hejo tihang hartina
- Lukisan Wayang: Dalam lukisan wayang kulit, warna hijau sering digunakan untuk menggambarkan sosok Pandawa, yang melambangkan kebaikan, ketulusan, dan kekuatan moral. Warna hijau ini dapat diartikan sebagai simbol dari alam, yang menandakan keseimbangan dan keharmonisan, nilai-nilai yang dianut oleh Pandawa.
- Patung Dewi Sri: Dalam patung Dewi Sri, dewi padi, warna hijau sering digunakan untuk menggambarkan tanaman padi yang subur, simbol kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat Jawa.
- Tari Serimpi: Dalam tari Serimpi, warna hijau sering digunakan untuk menggambarkan gerakan yang lembut dan anggun, melambangkan kesopanan dan kelembutan. Gerakan ini dihubungkan dengan alam, yang menandakan keseimbangan dan keharmonisan, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Jawa.
Ilustrasi Frasa “Hejo Tihang” dalam Konteks Seni Tradisional Jawa
Ilustrasi yang menggambarkan frasa “hejo tihang” dalam konteks seni tradisional Jawa dapat berupa lukisan wayang kulit yang menampilkan sosok Pandawa dengan warna hijau yang dominan. Lukisan ini dapat menggambarkan nilai-nilai luhur Jawa seperti kebaikan, ketulusan, dan kekuatan moral, yang dilambangkan oleh warna hijau. Lukisan ini juga dapat menampilkan latar belakang alam yang hijau, yang menandakan keseimbangan dan keharmonisan, nilai-nilai yang dianut oleh Pandawa.
Peribasa lan Ungkapan
Ing donya basa Jawa, akeh banget peribasa lan ungkapan sing ngemu makna jero lan nggambarake kearifan lokal. Salah sijine yaiku frasa “hejo tihang”. Frasa iki kerep digunakake ing peribasa lan ungkapan kanggo nggambarake sawijining kahanan utawa sifat wong. Nanging, apa sejatine makna “hejo tihang” lan kepriye panggunaanipun ing basa Jawa?
Makna “Hejo Tihang”
Frasa “hejo tihang” ing basa Jawa nduweni makna sing ora langsung. “Hejo” nggambarake warna ijo, sing asring dikaitake karo sifat utawa kahanan sing seger, ayem, lan tentrem. “Tihang” nduweni makna “tiang” utawa “pohon”. Gabungan saka rong tembung iki nggambarake sawijining sifat utawa kahanan sing kuat, tetep, lan ora gampang goyah.
Ing konteks peribasa lan ungkapan, “hejo tihang” kerep digunakake kanggo nggambarake wong sing:
- Tetep ing pendirian lan ora gampang digoyah saka prinsip utawa kepercayaane.
- Ora gampang ngalami perubahan lan tetep ing dalane.
- Kuwat lan ora gampang tumbang amarga tekanan utawa cobaan.
- Nduweni sifat sing tetep, ora gampang ngalami emosi sing berlebihan.
Peribasa Jawa sing Nggunakake Frasa “Hejo Tihang”
“Wong sing ati-ati, hejo tihang, ora gampang ketipu.”
Peribasa iki nggambarake wong sing ati-ati lan ora gampang percaya marang wong liya. Wong sing kaya ngono diibaratkan kaya “hejo tihang”, tetep lan ora gampang digoyah saka pendirian lan prinsip.
Panggunaan “Hejo Tihang” ing Peribasa lan Ungkapan Jawa
Frasa “hejo tihang” kerep digunakake ing peribasa lan ungkapan Jawa kanggo nggambarake nilai-nilai luhur sing dianut wong Jawa. Contone, nilai kejujuran, kesetiaan, keteguhan, lan ketabahan. Peribasa lan ungkapan sing ngemu frasa “hejo tihang” kerep dadi pedoman urip kanggo wong Jawa kanggo nggayuh cita-cita lan ngadhepi tantangan ing urip.
Cerita Rakyat Jawa sing Nggunakake Frasa “Hejo Tihang”
Salah sijine conto cerita rakyat Jawa sing ngemu frasa “hejo tihang” yaiku cerita rakyat “Jaka Tarub”. Ing cerita iki, Jaka Tarub nggambarake wong sing tetep ing pendirian lan ora gampang digoyah saka tujuan lan cita-citane. Sanajan ngadhepi cobaan lan rintangan sing akeh, Jaka Tarub tetep teguh lan ora gampang nyerah. Ing konteks cerita iki, “hejo tihang” nggambarake sifat Jaka Tarub sing kuat, tetep, lan ora gampang goyah. Sifat iki sing ngidini Jaka Tarub nggayuh cita-citane lan ngatasi tantangan sing diadhepi.