Menyajikan berita teknologi informasi terkait gadget, gawai, aplikasi, ponsel, startup, elektronik hingga tips dan trik terbaru terkini.

Tembe Tegese: Menjelajahi Makna dan Arti Kata Tembe dalam Bahasa Jawa

Pernah denger kata “tembe” dalam bahasa Jawa? Eh, bukan “tembe” yang berarti “nanti” lho ya, tapi “tembe” yang punya makna lebih dalam. Bayangin, “tembe” ini kaya bumbu rahasia dalam masakan Jawa, bisa bikin rasa jadi lebih mantap, tapi kadang bikin kita garuk-garuk kepala karena gak paham artinya. Nah, kali ini kita mau kupas tuntas “tembe tegese”, dari arti harfiahnya sampai perannya dalam budaya Jawa. Siap-siap ngobrol bareng tentang kata yang satu ini!

Kata “tembe” dalam bahasa Jawa bisa diartikan sebagai “sisa” atau “lebihan”. Misalnya, “Tembe beras iki digunakake kanggo nggawe bubur” artinya “Sisa beras ini digunakan untuk membuat bubur”. “Tembe” juga bisa merujuk pada sesuatu yang “tertinggal” atau “tidak lengkap”. Contohnya, “Tembe baju iki kudu dijahit” artinya “Sisa baju ini harus dijahit”. Namun, “tembe” juga punya makna kiasan, yang lebih “njeglug” dan “ngangenin” hati.

Arti dan Makna “Tembe”

Tembe tegese

Dalam bahasa Jawa, kata “tembe” memiliki makna yang kaya dan beragam, melampaui arti harfiahnya. Kata ini sering digunakan dalam konteks percakapan sehari-hari, peribahasa, dan bahkan dalam karya sastra.

Arti Harfiah dan Contoh Penggunaan

Secara harfiah, “tembe” berarti “belakang” atau “kemudian”. Kata ini digunakan untuk menunjukkan posisi atau urutan yang berada di belakang sesuatu atau seseorang.

  • Contoh: “Aku lungguh tembe kowe” (Saya duduk di belakang kamu).
  • Contoh: “Tembe sore aku melu dolan” (Nanti sore aku ikut bermain).

Makna Kiasan dan Konotasi

Selain arti harfiahnya, “tembe” juga memiliki makna kiasan yang lebih luas. Kata ini dapat melambangkan:

  • Keterlambatan: “Tembe” dapat merujuk pada tindakan yang dilakukan setelah waktu yang seharusnya. Misalnya, “Kowe tembe ngerjakake tugas” (Kamu terlambat mengerjakan tugas).
  • Ketidakmampuan: “Tembe” juga dapat menunjukkan ketidakmampuan untuk mencapai sesuatu tepat waktu atau sesuai harapan. Contohnya, “Aku tembe ngerti kabar iki” (Saya terlambat mengetahui berita ini).
  • Penyesalan: Dalam beberapa konteks, “tembe” dapat melambangkan penyesalan atas sesuatu yang telah terjadi. Misalnya, “Tembe aku sadar yen aku salah” (Akhirnya aku sadar bahwa aku salah).

Sinonim dan Antonim

Kata “tembe” memiliki beberapa sinonim dan antonim dalam bahasa Jawa.

  • Sinonim: “Mburi”, “Sawise”, “Nganti”, “Sesudah”, “Loro”, “Sapisan”.
  • Antonim: “Ngarep”, “Sadurunge”, “Sakdurunge”, “Dhisik”, “Kapisan”.

Asal Usul dan Sejarah “Tembe”: Tembe Tegese

Tembe tegese

Kata “tembe” dalam bahasa Jawa memiliki sejarah panjang dan menarik. Penggunaan kata ini telah tercatat dalam berbagai bentuk dan konteks sepanjang masa, mencerminkan evolusi bahasa dan budaya Jawa itu sendiri.

Sejarah Penggunaan Kata “Tembe” dalam Bahasa Jawa

Kata “tembe” telah digunakan dalam bahasa Jawa sejak zaman kuno. Dalam literatur Jawa kuno, kata ini sering muncul dalam berbagai bentuk, seperti “tembé” dan “tembè”. Penggunaan kata “tembe” dalam literatur Jawa kuno menunjukkan bahwa kata ini telah ada dalam bahasa Jawa sejak lama dan telah digunakan secara luas dalam berbagai konteks.

Asal Usul Kata “Tembe”

Asal usul kata “tembe” masih menjadi perdebatan di kalangan ahli bahasa. Beberapa ahli berpendapat bahwa kata “tembe” berasal dari bahasa Sanskerta, “tambha”, yang berarti “tambang” atau “tali”. Sementara itu, ahli bahasa lainnya berpendapat bahwa kata “tembe” berasal dari bahasa Austronesia, “tembe”, yang berarti “tempat”.

Evolusi Kata “Tembe” dari Masa ke Masa

Masa Bentuk Kata Arti Contoh Penggunaan
Zaman Kuno Tembé, Tembè Tempat, Lokasi “Ing tembé punika, wonten griya ingkang ageng” (Di tempat itu, terdapat sebuah rumah yang besar)
Zaman Pertengahan Tembe Tempat, Lokasi, Penghalang “Tembe punika dados penghalang kanggo ingkang badhe mlebet” (Tempat itu menjadi penghalang bagi yang ingin masuk)
Zaman Modern Tembe Tempat, Lokasi, Penghalang, Alasan “Tembe punika dados alasane kenging pindhah” (Tempat itu menjadi alasannya untuk pindah)

Peribahasa dan Ungkapan yang Berkaitan dengan “Tembe”

Tembe tegese

Kata “tembe” dalam bahasa Jawa memiliki makna yang luas, mencakup aspek fisik, mental, dan sosial. Kata ini sering muncul dalam peribahasa dan ungkapan Jawa, mencerminkan nilai-nilai dan pandangan hidup masyarakat Jawa.

Peribahasa Jawa yang Mengandung Kata “Tembe”, Tembe tegese

Peribahasa Jawa yang mengandung kata “tembe” sering digunakan untuk menggambarkan sifat, perilaku, atau keadaan seseorang. Salah satu contohnya adalah:

“Tembe munggah, tembe mudhun.”

Peribahasa ini memiliki makna “naik turun, naik turun”. Artinya, keadaan seseorang tidak selalu stabil, bisa saja mengalami pasang surut dalam hidup. Peribahasa ini mengajarkan kita untuk bersikap realistis dan tidak mudah terlena dengan kesenangan, karena hidup penuh dengan ketidakpastian.

Ungkapan Jawa yang Menggunakan Kata “Tembe”

Selain peribahasa, kata “tembe” juga sering digunakan dalam ungkapan Jawa. Ungkapan ini biasanya digunakan dalam konteks percakapan sehari-hari untuk mengungkapkan perasaan, pendapat, atau situasi tertentu.

  • “Tembe-tembe” – Ungkapan ini digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang terjadi secara bertahap atau perlahan-lahan.
  • “Tembe ngarep” – Ungkapan ini digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang berada di depan atau di bagian depan.
  • “Tembe mburi” – Ungkapan ini digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang berada di belakang atau di bagian belakang.

Tabel Peribahasa dan Ungkapan Jawa yang Mengandung Kata “Tembe”

Peribahasa/Ungkapan Makna Contoh Penggunaan
Tembe munggah, tembe mudhun Keadaan seseorang tidak selalu stabil, bisa saja mengalami pasang surut dalam hidup “Hidup iki kaya tembe munggah, tembe mudhun, ora usah kaget yen ana sing ora nyenengake.”
Tembe-tembe Terjadi secara bertahap atau perlahan-lahan “Tembe-tembe, aku bakal ngerti apa sing bener.”
Tembe ngarep Berada di depan atau di bagian depan “Sing tembe ngarep kuwi, yaiku gunung Merapi.”
Tembe mburi Berada di belakang atau di bagian belakang “Tembe mburi aku, ana bocah cilik sing lagi nangis.”

“Tembe” dalam Budaya Jawa

Kata “tembe” dalam bahasa Jawa memiliki makna yang kaya dan multi-interpretasi. Selain merujuk pada tindakan “menunggu” secara literal, “tembe” juga merefleksikan nilai-nilai budaya Jawa yang mendalam, seperti kesabaran, keteguhan, dan penghormatan terhadap waktu. Makna “tembe” tidak hanya termanifestasi dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga terukir dalam berbagai bentuk seni dan tradisi Jawa.

Makna “Tembe” dalam Tradisi dan Kebiasaan Jawa

Dalam budaya Jawa, “tembe” dikaitkan erat dengan konsep “ngenteni” (menunggu) dan “nyambut” (menerima). Menunggu dalam konteks Jawa bukan sekadar menunggu pasif, tetapi mengandung makna aktif berupa kesabaran, ketekunan, dan ketabahan dalam menghadapi suatu proses. Sikap “tembe” dalam menghadapi situasi sulit menjadi cerminan nilai-nilai luhur budaya Jawa, seperti “ojo kesusu” (jangan terburu-buru) dan “eling lan waspada” (ingat dan waspada).

Contohnya, dalam tradisi Jawa, seseorang yang akan melangsungkan pernikahan biasanya akan melewati proses “ngunduh mantu” (menjemput mempelai wanita). Proses ini melibatkan menunggu dan menerima kehadiran mempelai wanita beserta keluarganya di rumah mempelai pria. Proses “ngunduh mantu” ini tidak hanya sekadar menjemput, tetapi juga merupakan simbol penghormatan dan penerimaan terhadap keluarga mempelai wanita.

“Tembe” dalam Kesenian Jawa

Makna “tembe” juga termanifestasi dalam berbagai bentuk kesenian Jawa, seperti lagu, tembang, dan tari. Dalam tembang Jawa, seperti “Tembang Macapat”, terdapat beberapa jenis tembang yang menggambarkan makna “tembe” dalam berbagai konteks. Contohnya, tembang “Dhandhanggula” yang menceritakan tentang kesabaran dan ketekunan dalam menghadapi cobaan hidup, atau tembang “Asmaradana” yang menggambarkan keharmonisan dan kesabaran dalam hubungan asmara.

  • Dalam lagu Jawa, “tembe” sering kali diungkapkan melalui lirik yang menggambarkan tentang menunggu seseorang yang dicintai, atau menunggu waktu yang tepat untuk mencapai tujuan.
  • Dalam tari Jawa, “tembe” dapat diinterpretasikan melalui gerakan yang lambat dan penuh makna, menggambarkan kesabaran dan ketekunan dalam menjalani suatu proses.

Implementasi “Tembe” dalam Kehidupan Sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari, nilai “tembe” tercermin dalam berbagai aspek, seperti:

  • Sikap Menunggu dengan Sabar: Masyarakat Jawa diajarkan untuk sabar dalam menghadapi berbagai situasi, seperti antrian, menunggu hasil ujian, atau menunggu kabar dari orang yang dicintai. Sikap ini mencerminkan nilai “ojo kesusu” dan “eling lan waspada”.
  • Menghormati Waktu: Orang Jawa menganggap waktu sebagai sesuatu yang berharga dan harus dihormati. Mereka tidak terburu-buru dalam menyelesaikan sesuatu dan cenderung menghargai proses daripada hasil.
  • Tradisi Gotong Royong: Dalam tradisi gotong royong, masyarakat Jawa saling membantu dan bekerja sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Sikap “tembe” dalam gotong royong tercermin dalam kesabaran dan ketekunan dalam bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama.

Contohnya, dalam acara pernikahan, masyarakat Jawa akan saling membantu dalam mempersiapkan acara tersebut, mulai dari memasak, mendekorasi, hingga menjamu tamu. Sikap “tembe” dalam gotong royong ini menunjukkan bahwa masyarakat Jawa tidak terburu-buru dan menghargai proses bersama dalam mencapai tujuan bersama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *