Menyajikan berita teknologi informasi terkait gadget, gawai, aplikasi, ponsel, startup, elektronik hingga tips dan trik terbaru terkini.

Sajrone Tegese: Menelisik Makna dan Fungsi Frasa Jawa

Frasa “sajrone tegese” dalam bahasa Jawa, seringkali muncul dalam percakapan sehari-hari maupun karya sastra. Frasa ini, yang memiliki makna “dalam arti” atau “dalam makna”, menawarkan perspektif yang mendalam tentang bagaimana bahasa Jawa mampu mengungkapkan makna tersembunyi dan nuansa halus dalam sebuah kalimat. Penggunaan “sajrone tegese” mencerminkan kecermatan dan ketelitian dalam menyampaikan pesan, sebuah ciri khas budaya Jawa yang menghargai makna dan filosofi.

Dalam artikel ini, kita akan menelusuri makna dan fungsi “sajrone tegese” dalam berbagai konteks, mulai dari penggunaan literal dalam percakapan hingga perannya dalam membangun estetika sastra Jawa klasik. Kita juga akan melihat bagaimana frasa ini mencerminkan nilai-nilai budaya Jawa dan bagaimana penggunaannya dapat memengaruhi efektivitas komunikasi.

Makna dan Arti “Sajrone Tegese”

Sajrone tegese

Frasa “sajrone tegese” dalam bahasa Jawa merupakan sebuah ungkapan yang sarat makna, merangkum esensi dari suatu konsep atau gagasan. Ungkapan ini sering digunakan untuk menekankan makna terdalam dari sesuatu, seperti sebuah karya seni, sebuah kejadian, atau bahkan sebuah perasaan.

Arti Literal “Sajrone Tegese”

Secara literal, “sajrone tegese” berarti “di dalam maknanya” atau “di dalam arti sebenarnya”. “Sajrone” berarti “di dalam” atau “dalam”, sedangkan “tegese” berarti “maknanya” atau “artinya”. Frasa ini menandakan bahwa makna yang dimaksud bukan sekadar makna permukaan, tetapi makna yang tersembunyi di balik kata-kata atau tindakan.

Contoh Penggunaan “Sajrone Tegese”

Contohnya, dalam kalimat “Sajrone tegese, tembang iki nggambarake rasa kangen marang tanah kelahiran”, frasa “sajrone tegese” digunakan untuk menekankan bahwa lagu tersebut bukan hanya sekadar lagu biasa, tetapi mengandung makna yang lebih dalam, yaitu rasa rindu terhadap tanah kelahiran.

Perbandingan dengan Frasa Lain

Frasa “sajrone tegese” memiliki makna yang mirip dengan beberapa frasa lain dalam bahasa Jawa, seperti “ing salira tegese” dan “ing njero batine”. Namun, terdapat perbedaan halus dalam nuansa yang ingin disampaikan.

Perbedaan Penggunaan

Frasa Makna Contoh
Sajrone tegese Makna tersembunyi, makna yang sebenarnya Sajrone tegese, lukisan iki nggambarake rasa duka lan keputusasaan.
Ing salira tegese Makna yang tersirat, makna yang tersembunyi di balik kata-kata Ing salira tegese, tembung-tembung iki ngemu makna sing jero.
Ing njero batine Makna yang tersembunyi di dalam hati, makna yang bersifat pribadi Ing njero batine, aku ngrasakake rasa tresna sing jero marang kowe.

Penggunaan “Sajrone Tegese” dalam Sastra Jawa

Frasa “sajrone tegese” dalam sastra Jawa klasik memiliki peran yang penting dalam membangun makna dan estetika karya. Frasa ini, yang berarti “dalam arti sebenarnya,” berfungsi sebagai jembatan antara makna literal dan makna simbolik dalam karya sastra.

“Sajrone Tegese” dalam Konteks Budaya Jawa

Sajrone tegese

Frasa “sajrone tegese” dalam budaya Jawa memiliki makna yang mendalam, mencerminkan nilai-nilai luhur yang dipegang teguh oleh masyarakat Jawa. Frasa ini mengandung makna “dalam arti sebenarnya” atau “di balik makna yang tersirat”. Lebih dari sekadar ungkapan, “sajrone tegese” merupakan sebuah filosofi hidup yang menekankan pentingnya memahami makna di balik segala sesuatu, baik dalam perkataan, perbuatan, maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Penggunaan “Sajrone Tegese” dalam Peribahasa Jawa

Frasa “sajrone tegese” sering digunakan dalam peribahasa Jawa, memberikan makna yang lebih dalam dan mendalam. Peribahasa Jawa yang menggunakan frasa ini tidak hanya sekadar ungkapan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai budaya Jawa yang telah diwariskan turun temurun. Penggunaan “sajrone tegese” dalam peribahasa Jawa memperkaya makna dan filosofi yang terkandung di dalamnya, menjadikan peribahasa tersebut sebagai alat yang efektif untuk menyampaikan pesan moral dan nilai-nilai luhur.

  • “Wong kang pinter ora mung ngerti, nanging uga ngerti sajrone tegese” – Peribahasa ini mengandung makna bahwa orang yang pintar bukan hanya sekadar tahu, tetapi juga mampu memahami makna di balik pengetahuan yang dimilikinya. Orang yang pintar tidak hanya mengandalkan pengetahuan yang diperoleh secara formal, tetapi juga mampu mengolah dan memahami makna dari pengetahuan tersebut dalam konteks kehidupan nyata.
  • “Ora kabeh sing apik sajrone tegese apik” – Peribahasa ini mengajarkan bahwa tidak semua yang tampak baik di permukaan benar-benar baik dalam arti sebenarnya. Peribahasa ini mengingatkan kita untuk tidak tertipu oleh penampilan, tetapi harus mampu melihat makna di balik sesuatu, dan tidak mudah terlena oleh hal-hal yang tampak indah.

“Sajrone Tegese” dan Konsep “Unggah-ungguh” dan “Tata Krama”

Penggunaan frasa “sajrone tegese” dalam konteks budaya Jawa dapat dihubungkan dengan konsep “unggah-ungguh” dan “tata krama”. Konsep “unggah-ungguh” dan “tata krama” merupakan nilai-nilai penting dalam budaya Jawa yang mengatur tingkah laku dan perilaku seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. “Unggah-ungguh” dan “tata krama” tidak hanya sebatas aturan formal, tetapi juga mengandung makna yang mendalam tentang etika, moral, dan nilai-nilai luhur yang harus dipegang teguh oleh setiap orang Jawa.

Dalam konteks “unggah-ungguh” dan “tata krama”, frasa “sajrone tegese” menekankan pentingnya memahami makna di balik setiap ucapan dan perbuatan. Tidak hanya sekadar mengucapkan kata-kata yang baik, tetapi juga harus memahami makna dan konteks dari kata-kata tersebut. Begitu pula dengan perbuatan, tidak hanya sekadar melakukan tindakan yang baik, tetapi juga harus memahami makna dan tujuan dari tindakan tersebut. Dengan memahami makna di balik setiap ucapan dan perbuatan, seseorang dapat menjalankan “unggah-ungguh” dan “tata krama” dengan benar dan penuh makna.

“Sajrone Tegese” dalam Percakapan Sehari-hari

Sajrone tegese

Frasa “sajrone tegese” merupakan bagian integral dalam bahasa Jawa, khususnya dalam konteks percakapan sehari-hari. Frasa ini memiliki makna yang mendalam dan kaya, yang melampaui sekadar arti literalnya. Penggunaan “sajrone tegese” dalam percakapan tidak hanya memperkaya makna tetapi juga menciptakan nuansa khas yang unik dalam interaksi antar manusia.

Contoh Percakapan Sehari-hari

Bayangkanlah sebuah percakapan antara dua orang sahabat, sebut saja Joko dan Tini. Joko sedang bercerita tentang pengalamannya mengikuti lomba lari.

“Lho, kok ora menang, Jo? Padahal latihanmu ra ngenteni,” tanya Tini penasaran.

“Ora ngerti, Tin. Sajrone tegese, aku kurang fokus pas mlaku. Keliru jalur, ngono lho,” jawab Joko dengan nada sedikit kecewa.

Dalam percakapan tersebut, Joko menggunakan frasa “sajrone tegese” untuk menjelaskan penyebab kegagalannya. Ia tidak secara langsung menyalahkan faktor eksternal, tetapi lebih menekankan pada aspek internal dirinya, yaitu kurang fokus. Penggunaan “sajrone tegese” dalam konteks ini menunjukkan bahwa Joko mengakui kesalahan dirinya dan berusaha memahami penyebab kegagalannya secara lebih mendalam.

Pengaruh Penggunaan “Sajrone Tegese”

  • Menciptakan Nuansa Melankolis: Penggunaan “sajrone tegese” sering kali diiringi dengan nada suara yang lembut dan ekspresi wajah yang sedikit sendu. Hal ini menciptakan nuansa melankolis yang khas, menunjukkan bahwa pembicara sedang merenung dan berusaha memahami sesuatu secara lebih mendalam.
  • Meningkatkan Makna dan Kedalaman Percakapan: Frasa ini memiliki kemampuan untuk menambah makna dan kedalaman pada percakapan. Dengan menggunakan “sajrone tegese,” pembicara dapat menyampaikan pesan yang lebih kompleks dan nuansa yang lebih kaya.
  • Membangun Hubungan Antar Tokoh: Penggunaan “sajrone tegese” dapat memperkuat hubungan antar tokoh dalam percakapan. Frasa ini menunjukkan bahwa pembicara memahami dan menghargai perspektif lawan bicaranya.

Dialog Pendek dengan “Sajrone Tegese”

“Mbak, kok ra melu ngombe teh bareng karo konco-konco?” tanya seorang perempuan kepada temannya.

“Aku lagi ora enak badan, Mas. Sajrone tegese, aku kangen karo omahe. Pengen ngunjungi omahe, ngobrol karo omahe, ngono lho,” jawab perempuan itu dengan nada lembut.

Dalam dialog tersebut, perempuan tersebut menggunakan “sajrone tegese” untuk mengungkapkan kerinduannya kepada omahe. Frasa ini tidak hanya menunjukkan kerinduan, tetapi juga mengungkapkan rasa rindu yang mendalam dan penuh makna. Penggunaan “sajrone tegese” dalam dialog ini menciptakan nuansa melankolis yang menyentuh hati dan memperkuat hubungan antara kedua tokoh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *